Salah satu penyebab mahalnya harga suvenir ini adalah
proses pembuatan yang rumit. Harganya, untuk dompet seukuran tempat
kacamata, mencapai JPY 500 ribu (Rp 57,7 juta). Sedangkan yang paling mahal, adalah
vas bunga berbentuk bubu atau keramba ikan. Harganya mencapai, JPY 3 juta (Rp
346 juta)! Wajar kalau Anda menahan nafas mengingat di Indonesia dengan nilai
yang sama sudah mendapat mobil atau rumah.
Shouichiku Tanabe, adalah seorang pengrajin bambu di
kawasan Kitatadei-cho, Sakai, Osaka, Jepang. Di bengkel kerjanya,
Shouchiku menunjukkan jenis-jenis bambu. Bambu yang paling banyak dipakai
adalah Madake, bambu besar berwarna hijau. Ada juga bambu hitam alami, kemudian
bambu asap yang berubah warna menjadi cokelat karena ditaruh di atas perapian
rumah selama ratusan tahun. Ada pula bambu yang meliak-liuk seperti gelombang
atau punggung unta, kemudian bambu yang bermotif seperti macan tutul.
Begini proses pembuatannya:
1. Bambu dibelah dengan kapak atau gergaji kecil hingga tercapai lebar yang diinginkan. Saat itu Shouchiku membelah bambu hingga lebarnya 0,5 cm. Shouchiku bahkan sempat menunjukkan bambu yang diserut hingga kelebaran 0,17 cm, sampai-sampai mirip mie atau spaghetti. ”Lebih 0,02 mm saja, bambu itu sudah tidak bisa dipakai,” kata Shouchiku.
2. Bambu disemprot air. Tujuannya, supaya bambu lebih lentur dan lebih mudah dibentuk.
3. Bambu kemudian siap dianyam. Teknik menganyam dasar adalah meletakkan bambu selang-seling atas bawah dengan satu pusat. ”Ada ratusan jenis teknik menganyam,” kata Shouchiko. Bagi Shouchiko, dirinya tak sekadar menganyam, dia menggambar dengan menganyam! Beberapa benda kerajinan karyanya bahkan ada gambar timbul, yang bukan dilukis atau digambar, melainkan dianyam. ”Sebelum bikin apa saja, saya memikirkan, tema, konsep, gambar dan kemudian mengeksekusi. Yang paling sulit adalah anyaman yang ada gambar emboss-nya,” tutur Shouchiko.
Tak ada pewarna yang dipakai, warna itu tergantung dari warna bambu yang dipakai. Setelah benda kerajinan itu jadi, maka bambu dipelitur atau dipernis. Pernis yang dia gunakan berasal dari cairan pohon yang tumbuh di Jepang bernama ‘Urushi’.
Mengingat banyaknya ide dan desain orisinal apa dirinya tidak mengkhawatirkan hak cipta dan pembajakan? “Teknik saya sangat tinggi, tidak begitu saja bisa dikopi. Di sini sangat kreatif, tidak bisa membuat hal yang sama. Yang penting membuat sesuatu yang orang lain tidak bisa membuat karena itu saya tidak pentingkan hak cipta,” jawab Shouchiku dengan tegas.
Nah, inilah alasan yang paling inti mengapa benda kerajinan bambu ini harganya selangit.
0 Komeng pembaca:
Posting Komentar